Potret kinerja DPR 2017: Kasus korupsi, kepemimpinan dan gagal penuhi target

Potret kinerja DPR 2017: Kasus korupsi, kepemimpinan dan gagal penuhi target
DPR Hak atas foto AFP Image caption Kinerja DPR pada 2017 dinilai terpengaruh beragam kasus yang menyeret pimpinannya.

DPR mengalami beragam persoalan dan memunculkan sejumlah hal yang dianggap skandal pada tahun 2017, dari pimpinan yang menjadi tersangka kasus korupsi hingga usulan pembangunan gedung parlemen baru.

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyebut krisis kepemimpinan berdampak negatif pada kinerja DPR yang terus menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Kepemimpinan DPR pada 2017 menjadi yang terburuk. Selain tidak profesional dan gonta-ganti ketua, beberapa dari mereka tersangkut masalah pribadi dan kasus hukum," kata I Made Leo Wiratma, Direktur Formappi, di Jakarta, Kamis (21/12).

"Saya tidak heran kinerja DPR tahun ini buruk," ujarnya menambahkan.

Dalam catatan Formappi, selama 2017 terdapat 10 dugaan pelanggaran kode etik yang diadukan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan.

Dari total aduan itu, Fadli dan Fahri masing-masing dua kali dua kali dilaporkan, sedangkan Setya Novanto satu kali. Sebastian mengatakan tidak satupun dari aduan itu yang diselesaikan atau diumumkan ke publik.

Dihubungi terpisah, Fahri Hamzah menolak anggapan soal krisis kepemimpinan DPR. Ia berkata, kinerja DPR tidak berkaitan dengan sejumlah persoalan yang dialaminya, Fadli atau Setnov.

"Mempersoalkan kepemimpinan, urusannya apa? Itu kan gejolak politik biasa. Jokowi juga melakukan perombakan kabinet. Apakah gara-gara itu lalu dianggap bermasalah?" kata Fahri kepada BBC Indonesia.

"Ini tidak relevan. Saya agak bingung untuk menganalisis karena argumennya tidak jelas," tambahnya.

Hak atas foto DETIKCOM Image caption Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai persoalan yang menimpanya dan Setnov tidak berpengaruh pada kinerja DPR.

Pada April 2016, Fahri dipecat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ia menolak keputusan itu dan menggugat partainya ke pengadilan.

Desember 2016, hakim menyatakan pemecatan Fahri itu tidak sah. PKS lantas mengajukan banding, tapi pada awal November 2017, Pengadilan Tinggi DKI menolak permohonan PKS.

Di luar persoalan hukum tersebut, Fahri dan sejumlah pengurus PKS juga bersitegang di media massa dan media sosial.

Hak atas foto AFP Image caption Fadli Zon dipersoalkan partainya karena mengirim surat kepada KPK untuk memohon penundaan penyidikan Setnov.

Sementara itu, September lalu, Fadli Zon sempat dipersoalkan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, karena meneken surat yang meminta KPK menunda penyidikan terhadap Setnov dalam kasus e-KTP.

Muzani kala itu menduga Fadli menyalahgunakan kewenangan. Alasan dia, Fadli membuat surat tanpa mekanisme internal DPR.

Adapun, Setnov mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR awal Desember lalu. Ia mundur sekitar dua pekan setelah ditahan KPK.

Gedung baru dengan anggaran Rp5,7 triliun

Pada 2017 DPR mampu melobi pemerintah untuk meningkatkan anggaran mereka untuk tahun 2018, dari Rp4,7 triliun menjadi Rp5,7 triliun.

Dalam APBN 2018, salah satu mata anggaran milik DPR adalah bujet pembangunan dan penataan kompleks parlemen di Senayan, sekitar Rp601 miliar.

Proyek untuk kompleks DPR itu bersifat multi tahun dan mulai dikerjakan pada periode 2014-2019, meski telah diwacanakan sejak periode sebelumnya.

Hak atas foto Getty Images Image caption Proyek pembangunan gedung DPR dijalankan multitahun sehingga anggarannya selalu masuk dalam ABPN.

Ketua DPR periode lalu, Agung Laksono, belakangan menilai pembangunan gedung baru DPR tidak perlu, apalagi jika berkaca pada capaian kinerja badan legislatif yang rendah.

Presiden Joko Widodo pada 2015 sempat meminta DPR mengevaluasi rencana proyek gedung baru dan penataan kompleks parlemen. Namun belakangan tetap menyetujuinya, walaupun Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta proyek itu dijalankan secara efesien.

Selain gedung baru, DPR awalnya juga sempat berencana membangun apartemen khusus untuk anggota dewan. Agustus lalu, Setnov menyatakan pimpinan DPR sepakat menunda apartemen itu.

Sebagai catatan, DPR memiliki dua kompleks perumahan dinas di Jakarta, yaitu di Kalibata dan Ulujami. Dua kompleks itu sepi karena mayoritas anggota DPR tidak menempatinya.

'Lagi-lagi tak capai target'

Dalam hiruk-pikuk persoalan itu, Formappi menyatakan DPR lagi-lagi gagal memenuhi target kinerja, khususnya di bidang legislasi.

Hingga akhir masa sidang DPR tahun 2017, badan legislatif hanya mengesahkan enam rancangan undang-undang prioritas. Padahal tahun ini terdapat 52 rancangan beleid yang masuk program legislasi nasional prioritas.

Selain enam UU tersebut, ada 11 UU yang juga disahkan DPR tahun ini, namun masuk kategori kumulatif terbuka, seperti konvensi internasional, UU APBN, dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

UU dalam kategori itu tidak membutuhkan rancangan atau pembahasan sehingga proses pengesahannya lebih cepat.

"Tahun 2017 seharusnya menjadi momen puncak DPR menghasilkan karya terbaik, tapi faktanya tidak," kata Sebastian Salang, Direktur Formappi.

Sebagai perbandingan, pada 2015 dan 2016, DPR masing-masing mengesahkan tiga dan 10 RUU prioritas.

Hak atas foto DETIKCOM Image caption Direktur Formappi, Sebastian Salang, ragu kinerja DPR akan meningkat pada 2018.

Sebastian menilai, kinerja DPR di sektor legislasi tidak akan meningkat drastis tahun 2018. Apalagi, kata dia, 2018 dan 2019 merupakan tahun politik yang diwarnai Pilkada serentak, pemilu legislatif, dan pemilihan presiden.

"Mereka akan sibuk dengan urusan dapil, terpilih lagi atau tidak. Konsentrasi mereka mungkin saja berkurang. Kami tidak yakin kinerja mereka pada 2018 akan membaik," tutur Sebastian.

Soal capaian kinerja itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Atgas, justru menyalahkan pemerintah. Menurutnya, mayoritas RUU tidak rampung karena perwakilan pemerintah kerap tidak menghadiri rapat pembahasan rancangan beleid.

"Target kami sedikit meleset, disebabkan ketidakhadiran pemerintah dalam pembahasan RUU. Ada beberapa UU yang seharusnya sudah selesai tapi tidak dihadiri pemerintah," ujar Supratman kepada BBC Indonesia.

Supratman menuding perwakilan pemerintah tidak pernah menghadiri pembahasan RUU Aparatur Sipil Negara dan RUU Pertembakauan.

"Pembahasan RUU itu sudah berkali-kali diperpanjang, tapi menterinya belum pernah datang pembahasan sama sekali," tuturnya.

Hak atas foto Getty Images Image caption Meski memiliki target legislasi yang tinggi, namun Formappi menyebut tingkat kehadiran anggota DPR pada tahun 2017 hanya 41%.

Wakil Ketua Baleg, Dossy Iskandar Prasetyo, mendesak pimpinan DPR mengambil langkah strategis agar target legislasi itu dapat tuntas sebelum periode 2014-2019 berakhir.

Dossy mengatakan meski tugas DPR tidak hanya membuat UU, peraturan perundang-undangan itu selalu menjadi objek utama dalam mengukur kinerja lembaganya.

"Bagaimanapun ikon DPR adalah produk legislasi. Pimpinan DPR harus mengambil inisiatif mempercepat tanggungan itu, dibagi ke pansus, panja, atau baleg. Apalagi ini jelang tahun politik," ujarnya kepada BBC Indonesia.

Soal tudingan pemerintah memperlambat pembahasan RUU, Fahri Hamzah mengusulkan DPR sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki hak legislasi. Ia mengklaim, DPR selama ini selalu mengajukan serta mengesahkan RUU yang memuat kepentingan masyarakat.

"DPR sangat aspiratif. Yang sulit adalah pemerintah. Tapi kalau punya mau dan untuk meringankan pemerintah, mereka akan kebut itu.

"Saya usul, seharusnya eksekutif tidak perlu terlibat dalam pembuatan UU, cukup menyatakan setuju atau tidak setuju di ujung. Kalau mau melobi, lobilah melalui partai pemerintah sejak awal," kata Fahri.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.