Empat remaja tanggung yang mengubah dunia dengan temuan mereka

Empat remaja tanggung yang mengubah dunia dengan temuan mereka
Anak muda Hak atas foto Mark Evans/Getty Images Image caption Foto ilustrasi anak-anak muda di saat matahari terbit

Banyak yang terlalu muda untuk minum minuman keras, menyetir, atau bahkan menggunakan Uber - namun mereka telah mendaftarkan hak cipta.

Mereka dikenal memiliki perubahan emosi yang cepat, kecanduan media sosial, dan pilihan mode yang dipertanyakan. Namun sejumlah remaja mematahkan anggapan tersebut. Sebuah generasi baru yang dewasa sebelum waktunya memecahkan masalah kekinian dengan teknologi terobosan yang ambisius.

Jadi jika Anda belum merasa sebagai orang yang kurang berprestasi, inilah daftar pendek empat remaja luar biasa yang membentuk kembali dunia tempat kita tinggal.

Keiana Cavé, 18 tahun, New Orleans

Awal muasal gagasan Cavé dimulai dengan tumpahan minyak Deepwater Horizon, yang terhampar di Teluk Meksiko pada 2010. Itu adalah tumpahan minyak maritim terbesar dalam sejarah manusia, mencakup 4,9 juta barel ( 210 juta galon, atau 780.000 meter kubik) minyak dalam salah satu perairan yang penting di planet ini.

Akibatnya, jumlah bayi lumba-lumba yang sekarat enam kali lebih besar dibandingkan angka biasanya, sementara nelayan dan ilmuwan melaporkan "angka yang menggelisahkan" dari hewan laut yang cacat termasuk udang tanpa mata dan rongga mata serta ikan dengan luka dan nanah.

Melihat semua pemberitaan di televisi, Cavé dengan cepat merasa bahwa pasti ada kerusakan lingkungan yang tersembunyi. Dia lalu memusatkan perhatian untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi.

Hak atas foto Getty Images Image caption Kecelakaan Deepwater Horizon menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar di Teluk Meksiko.

Pada usia 15 tahun, remaja tersebut mulai mempelajari apa yang akan terjadi dengan minyak ketika dibiarkan mengambang di permukaan laut. Dia menemukan bahwa ketika minyak mentah terkena sinar ultraviolet dari matahari, minyak akan bereaksi membentuk bahan kimia yang karsinogenik.

Saat ini dia menuliskan penelitiannya menjadi dua makalah saintis dan dua paten, untuk metode kimia pendeteksi karsinogen. Dia juga meluncurkan sebuah perusahaan rintisan, Mare, yang berupaya menyebarkan pendeteksi sehingga tidak merusak. Risetnya baru saja menerima pendanaan sebesar US$1,2 juta atau Rp16,5 miliar.

Rifath Shaarook, 18 tahun, India

Ketika Shaarook masih kanak-kanak, dia menghabiskan beberapa jam menatap angkasa melalui lensa teleskop dengan ayahnya. Sayangnya, Mohamed Farook, profesor lokal dan ilmuwan, meninggal ketika anaknya masih duduk di sekolah dasar.

Namun minat Shaarook terhadap ruang angkasa masih tetap hidup. Sebagai remaja dia bergabung dengan Space Kidz India, sebuah organisasi yang berdedikasi untuk mendidik anak-anak muda yang punya renjana (passion) pada teknologi.

Dia membentuk tim yang terdiri dari enam orang dan mendedikasikan waktu selama empat tahun ke depan untuk membuat sebuah satelit, dengan bimbingan pendiri dan direktur organisasi.

Setiap malam, remaja-remaja ini akan mendiskusikan rencana mereka melalui panggilan video, seringkali sampai 04.30 pagi. Akhirnya mereka menemukan KalamSat, satelit teringan di dunia.

Dengan bobot hanya 64 gram, berat satelit itu hampir sama dengan baterai besar. Pada dasarnya satelit itu berwujud kubus berukuran 3,8 cm yang terbuat dari plastik cetakan 3D, diperkuat dengan serat karbon.

Satelit itu berisi beberapa sensor yang berbeda, termasuk untuk mengukur temperatur, daya magnet, ketinggian dan setiap tekanan pada struktur ketika meluncur ke luar angkasa. Satelit itu juga memiliki sumber tenaga sendiri dan sebuah komputer kecil, untuk menghidupkan seluruh sensor di momen yang tepat dan menyimpan data-data.

Shaarook berencana meluncurkan KalamSat menuju sub-orbit, untuk menguji kemampuan plastik yang diperkuat dalam gravitasi mikro. Material ringan yang dapat menahan tekanan perjalanan ruang angkasa sangat berguna, karena harganya hanya sekitar US$10.000 (Rp137,7 juta ) untuk meluncurkan bahan seberat 450 g ke luar angkasa.

Setelah mencapai tujuannya, satelit itu hanya membutuhkan 12 menit untuk mengumpulkan data, sebelum kembali ke Bumi dan mendarat di lautan.

Pada 22 Juni 2017, peralatan itu berhasil diluncurkan di fasilitas Badan Antariksa AS (NASA) di Pulau Wallop di Virginia - tempat yang namanya diambil dari nama, ilmuwan terkenal dan mantan presiden APJ Abdul Kalam, yang pernah datang berkunjung setengah abad sebelumnya.

Hannah Herbst, 17 tahun, Florida

Herbst terinspirasi untuk menemukan sesuatu pada usia 15 tahun, ketika sahabat pena yang berusia sembilan tahun dan tinggal di Ethiopia tidak memiliki akses listrik.

Kondisi ini banyak terjadi dan mengejutkan. Ada sebanyak 1,3 juta orang yang hari ini hidup tanpa listrik. Herbst kemudian mengemukakan sebuah alat yang dia namai Beacon (Mengalirkan akses listrik ke negara-negara melalui energi lautan), yang menangkap energi secara langsung dari gelombang laut.

Pemikiran Herbst didasari oleh kenyataan bahwa populasi manusia cenderung menetap di sekeliling kumpulan air. Sekitar 40% dari penduduk dunia tinggal dalam radius 10km dari pantai dan hanya 10% tinggal 10km lebih jauh dari sumber air tawar yang tak perlu digali, seperti sungai atau danau.

Teknologi ini terdiri dari sebuah tabung plastik berongga, dengan baling-baling di satu ujung dan generator hidroelektrik di sisi lainnya. Energi pasang surut mendorong baling-baling, mengubahnya menjadi energi yang dapat digunakan oleh generator.

Setelah merancang sebuah prototipe turbin menggunakan model komputer, Herbst mencetak prototipe dari cetakan 3D dan mengujinya pada sebuah jalur laut.

Hak atas foto Beacon Image caption The Beacon dapat menghasilkan listrik dari hampir semua sumber air.

Berdasarkan perhitungan Herbst, jika skala desainnya diperbesar, Beacon dapat mengisi tiga baterai mobil secara simultan dalam waktu satu jam. Dia juga memperhitungkan bahwa energi yang dihasilkan dapat digunakan untuk memberi daya pada teknologi pemurnian air atau mesin pemisah sel darah di rumah sakit di negara berkembang.

Penemuan ini memenangkan penghargaan Discovery Education 3M Young Scientist Challenge pada 2015 dan berbagai penghargaan lain. Herbst saat ini tengah melanjutkan studi mesin komputer sembari menyelesaikan SMAnya.

Julian Rios Cantu, 18 tahun, Meksiko

Cantu baru berusia 13 tahun ketika ibunya didiagnosa kanker payudara. Dia melihat dengan ngeri ketika tumor membengkak dari seukuran butir beras menjadi benjolan sebesar bola golf hanya dalam waktu kurang dari enam bulan. Ibunya kemudian kehilangan kedua payudaranya, walau akhirnya bebas dari kanker.

Hanya beberapa tahun kemudian, Cantu berupaya untuk melindungi orang lain dari penyakit ini. Bersama dengan tiga temannya, dia membentuk perusahaan Higia Technologies, yang mengembangkan alat yang dapat dipakai yang dapat mendeteksi tanda-tanda kanker sejak dini.

Prototipe bra EVA berisi sensor yang dapat dilekatkan pada bra normal, dan hanya digunakan untuk satu jam saja setiap pekannya untuk dapat bekerja.

Perangkat ini dirancang untuk melihat perubahan temperatur kulit dan elastisitas, yang diketahui sebagai tanda dari penyakit kanker payudara. Setelah setiap penggunaan, data dikirimkan ke aplikasi perusahaan, dan algoritma intelijen buatan menggunakannya untuk menghitung risiko orang tersebut.

Hak atas foto EVA Image caption Bra EVA mungkin dibutuhkan untuk digunakan hanya satu jam dalam sepekan.

Alat tersebut telah mendatangkan kucuran dana sebesar US$20.000 (Rp275,4 juta) dengan memenangkan Global Student Entrepreneur Awards, namun tetap saja masih jauh untuk dapat diproduksi. Alat tersebut belum melalui uji coba klinis dan teknologi yang sama di masa lalu telah terbukti tidak dapat diandalkan.

Bagaimanapun, jika proyek tersebut berhasil, alat ini akan membantu menyelamatkan jutaan nyawa. Hampir 1,7 juta kasus baru kanker payudara didiagnosa pada 2012 dan pada tahun yang sama, menyebabkan lebih dari setengah juta kematian. Deteksi dini memainkan peranan sangat penting, karena keberhasilan penanganan bergantung pada hal itu.

Penemu remaja masa kini merupakan bagian dari sebuah tradisi yang panjang. Faktanya, banyak penemu terkenal di dunia memulainya sejak muda. Mereka menemukan televisi, telepon dan trampoline, juga huruf braille, kalkulator, es mambo dan sarung telinga sebelum mereka berulang tahun ke-20.

Jadi meskipun benar bahwa empat pelajar ini seluruhnya lebih bermata lebar dan memiliki wajah lebih segar dibandingkan kolega dewasa mereka, jangan salah, setiap dari mereka dapat menjadi Thomas Edison atau Elon Musk di masa mendatang.

Anda dapat menbaca artikel ini dalam bahasa Inggris dalam Four teenage inventors changing the world atau artikel lain dalam BBC Future.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.